Oleh Mujtahid, S.Pd. (Guru Bahasa Indonesia MTsN 1 Cilacap)
Implementasi Literasi Pada Kurikulum Merdeka Perlu Dimaksimalkan. Dengan Pendekatan Jitu Agar Semua Tujuan Baik Dapat Tercapai.
Penggunaan istilah Kurikulum Merdeka menghadirkan rasa kebahagiaan dan tantangan baru bagi pendidik. Kurikulum dimaknai sebagai semua kegiatan yang diberikan sekolah/madrasah, khususnya pendidik (guru), kepada peserta didik sebagai bentuk tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Sementara merdeka, juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dimaknai dalam tiga kondisi, yaitu (1) bebas (dari perhambatan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri; (2) tidak terkena atau lepas dari tuntutan; (3) tidak terikat, tidak oleh tergantung dari orang atau pihak tertentu.
Ketika dua kata tersebut dipadukan, sederhananya Kurikulum Merdeka dimaknai sebagai bentuk kebebasan pendidik dalam merancang perangkat pembelajaran sesuai bidang masing-masing untuk disampaikan kepada peserta didik. Sejak kurikulum pertama lahir pada 1947 hingga Kurikulum 2013, bisa dikatakan bahwa Kurikulum Merdeka adalah the real curriculum yang memberikan kebebasan kepada pendidik agar mengajak peserta didik untuk aktif dan konstruktif dalam membangun pengetahuan. Bukan sekadar makna filosofis, murid aktif, tetapi benar-benar diaplikasikan dalam proyek dan kegiatan nyata di dalam maupun luar kelas. Dengan penerapan yang baik tentunya target akan tercapai.
Desain ciamik Kurikulum Merdeka Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim terkadang dihadapkan pada problematika klasik, seperti miskonsepsi implementasi Kurikulum Merdeka, salah menerjemahkan dan bingung memahami karena tidak senada dan seirama apa yang diinginkan. Pusat menyampaikannya A, tetapi sampai di sekolah diterima sebagai B. Dengan pemahaman yang berbeda dan fasilitas juga menjadi problematika muncul. Kadang yang terjadi di lapangan justru nama kurikulumnya dan perangkat yang berubah, tetapi proses pelaksanaan pembelajaran cenderung sama. Ini semua menjadi pekerjaan rumah bagi pemangku kebijakan dalam mendukung dan melaksanakan program tersebut.
Walaupun sejatinya Kurikulum Merdeka, pendidik (guru) diberikan keleluasaan untuk mengembangkan pembelajaran inovatif, kreatif, dan menyenangkan di kelasnya. Modul ajar ataupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) plus yang direpository Kemendikbudristek hanyalah gambaran, contoh bagaimana sistematikanya, dan komponen apa saja yang mesti ada di dalamnya. Selebihnya adalah hak dan kewenangan prerogatif guru untuk mendesain seindah mungkin, yang disesuaikan dengan kondisi faktual peserta didik yang diampu. Yang perlu diperhatikan kondisi lingkungan, budaya, dan latar belakang peserta didik perlu dipertimbangkan dengan baik
Keberhasilan guru dalam mengajar salah satu indikatornya adalah berhasil membuat rancangan pembelajaran yang disusun sendiri, berdasarkan situasi faktual, riil, yang dihadapi. Misalnya, manakah yang lebih tepat dipilih guru-guru di Cilacap, apakah mencontohkan pantai di Teluk Penyu atau Benteng Pendem ke peserta didik? Tentu lebih bijak mengambil contoh pantai indah yang ada di Indonesia, kalau perlu anak-anak diajak langsung rekreasi sambil belajar, itulah pengembangan yang kontekstual, dekat dengan peserta didik.