Makna Kata Merdeka Bagi Guru Honorer
Oleh Mujtahid, S.Pd.
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pada Bab 1,
pasal 1 dan ayat 1 berbunyi bahwa “Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Aplikasi dari bunyi pasal tersebut adalah
terpenuhi pendidikan yang terencana, terstruktur, dan diatur oleh
ketentuan-ketentuan. Pendidikan yang dimaksud adalah pemdidikan formal di
sekolah/madrasah. Walaupun pendidikan nonformal juga penting, tetapi peran
pendidikan formal lebih memberikan harapan kepada mas depan bangsa ini. Karena pendidikan
memberikan peran signifikan dalam upaya kemajuan bangsa, baik dari segi
pengetahuan, keterampilan, juga pembentukan karakter atau akhlak mulia.
Pendidikan akan terjadi bilamana
ada dua peran yang saling memberi dan menerima. Guru atau pendidik berperan
sebagai pemeberi, sedangkan peserta didik berperan sebagai penerima. Maka dengan
adanya dua unsur tersebut dipertemukan dalam sebuah wadah pendidikan yang
disebut sekolah. Namun sekolah yang memiliki sarana prasarana sebagus dan
selengkap apapun, tanpa didukung oleh tenaga pendidik yang berkualitas, jangan
harap pendidikan akan maju dan memenuhi harapan dari undang-undang tentang sistem
pendidikan di Indonesia.
Kurikulum yang selalu mengalami
perubahan dengan tujuan menuju perbaikan dirasa sia-sia, karena pemerintah
lebih mengutamakan kepada sistem buka kepada manusianya dalam hal ini pendidik.
Dengan perbaikan sistem seperti apapun jika manusianya sebagai pendidik
kesejahteraan belum teratasi dan masih harus
mencari pekerjaan sampingan di tempat lain, karena honor yang diterimanya
tidak mampu mencukupi kebutuhan, kadang gaji selama sebulan habis hanya untuk
mengganti bensin saja. Pekik dan suara merdeka menggema di ulang tahun yang
ke-76, namun justru para guru honorer ini seperti terjajah oleh sistem. Misalnya
perekrutan CPNS yang mengutamakan usia di bawah 35 tahun membuat para guru
honorer ini hanya mengelus dada. Bayangkan guru yang sudah mengabdi puluhan
tahun masih digaji dengan nominal di bawah 500 ribu, sedangkan anak didiknya
yang baru lulus kuliah sudah menerima SK CPNS dan kadang harus bekerja di
tempat yang sama. Sekali lagi ini bukan masalah mengeluh, tetapi setidaknya
pemerintah bisa membuka mata dan hati. Di saat guru honorer sulit memenuhi
kebutuhan hidupnya karena pendemi covid-19 dan keterbatasan ruang gerak untuk
mencari kerja sampingan tentu hati mereka semakin menjerit.
Upaya pemerintah dengan program
PPPK memang cukup memberikan angin segar kepada para pendidik yang sudah
mengajar puluhan tahun, namun lagi-lagi itu seperti buaian angin surga yang
datang dan pergi. Banyak aturan dan regulasi yang harus dipenuhi sehingga
mereka para pejuang pendidikan yang sudah mengabdi puluhan tahun, bahkan di
atas 15 tahun harus terdegradasi tanpa ikut seleksi. Misalkan antara para
pendidik yang berada di lingkungan kementerian pendidikan dan kementerian agama
mempunyai aturan yang berberda dalam perekrutan PPPK. Alangkah lebih baiknya
kedua kementerian ini bersinergi membuat aturan yang sama, sehingga tidak
menimbulkan kecemburuan.
Pekerjaan rumah terbesar dalam
dunia pendidikan adalah memperbaiki sistem pengangkatan ASN atau PPPK sehingga
guru yang menjadi aktor utama sekaligus sutradara dalam pendidikan diberikan kesejahteraan yang seimbang dengan
beban yang harus ditanggung. Bukankah pandemi covid-19 mengajarkan kepada orang
tua bagaimana susahnya mengajari anak. Itulah cermin apa yang dirasakan guru
setiap hari. Belum lagi beban sosial di masyarakat, jika guru dianggap sebagai
manusia serba bisa dan kadang dalam sebuah kegiatan diberikan peran lebih.
Mungkin sebagian guru honorer
berharap, jika pemerintah belum mampu mengangkat semua guru honorer yang
mengabdi puluhan tahun menjadi ASN atau PPPK karena keterbatasan anggaran. Mungkin
dengan mengeluarkan kebijakan yang sedikit memberikan kebahgiaan kepada guru
honorer agar tidak lagi terdengar guru honorer yang mengabdi lebih dari 10
tahun masih digaji dengan 200 ribu rupiah. Misalnya dengan mengeluarkan
kebijaksanaan dengan mengangkat semua guru honorer yang mengabdi di atas 10
tahun menjadi PPPK. Dengan adanya regulasi seperti ini tentunya memberikan
suntikan semangat dalam mendidik. Karena jika dihitung jumlan guru honorer itu
jumlahnya jauh lebih besar, dan kadang-kadang di satuan pendidikan diberikan
tugas yang lebih besar dengan gaji alakadarnya, sedang para ASN terasa lebih
nyaman dan menganggap mereka sebagai atasan yang harus dihormati. Bayangkan puluhan
tahun mengabdi tanpa status yang jelas alias guru tidak tetap. Miris melihat
kondisi yang terjadi saat ini. Jika kebijaksanaan pemerintah mengangkat seluruh
guru honorer di atas 10 tahun menjadi guru dengan perjanjian kontrak PPPK, maka
kebijakan alternative yaitu dengan membuat peraturan penggajian guru yang
mengabdi di atas 5 tahun misalnya 50% dari UMR Daerah dan di atas 10 tahun
dengan gaji minimal sesuai UMR. Tentu dengan kebijakan seperti ini dapat meningkatkan
pendidikan di sekolah.
Jika permerintah hanya sekedar
merombak sistem dengan yang baru dan selalu berubah-ubah, sama sekali itu tidak
memberikan dampak apa-apa. Yang terjadi hanya tulisan di atas kertas sebagai
bahan laporan yang bisa di copy paste dan hanya keberhasilan dan peningkatan
dari segi administrasi. Hasil dari tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Di momentum
Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke-76 seakan hati merka berteriak jika
mereka masih terjajah oleh sebuah keadaan.
Naskah Lomba Essay
"PEKIK (BELUM) MERDEKA GURU HONORER"
IG : @tamsillinrung