Kontak Njenengan

Nama

Email *

Pesan *

Rabu, 25 Agustus 2021

 

Makna Kata Merdeka Bagi Guru Honorer

Oleh Mujtahid, S.Pd.

 

Undang-undang  Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pada Bab 1, pasal 1 dan ayat 1 berbunyi  bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Aplikasi dari bunyi pasal tersebut adalah terpenuhi pendidikan yang terencana, terstruktur, dan diatur oleh ketentuan-ketentuan. Pendidikan yang dimaksud adalah pemdidikan formal di sekolah/madrasah. Walaupun pendidikan nonformal juga penting, tetapi peran pendidikan formal lebih memberikan harapan kepada mas depan bangsa ini. Karena pendidikan memberikan peran signifikan dalam upaya kemajuan bangsa, baik dari segi pengetahuan, keterampilan, juga pembentukan karakter atau akhlak mulia.

Pendidikan akan terjadi bilamana ada dua peran yang saling memberi dan menerima. Guru atau pendidik berperan sebagai pemeberi, sedangkan peserta didik berperan sebagai penerima. Maka dengan adanya dua unsur tersebut dipertemukan dalam sebuah wadah pendidikan yang disebut sekolah. Namun sekolah yang memiliki sarana prasarana sebagus dan selengkap apapun, tanpa didukung oleh tenaga pendidik yang berkualitas, jangan harap pendidikan akan maju dan memenuhi harapan dari undang-undang tentang sistem pendidikan di Indonesia.

Kurikulum yang selalu mengalami perubahan dengan tujuan menuju perbaikan dirasa sia-sia, karena pemerintah lebih mengutamakan kepada sistem buka kepada manusianya dalam hal ini pendidik. Dengan perbaikan sistem seperti apapun jika manusianya sebagai pendidik kesejahteraan belum teratasi dan masih harus  mencari pekerjaan sampingan di tempat lain, karena honor yang diterimanya tidak mampu mencukupi kebutuhan, kadang gaji selama sebulan habis hanya untuk mengganti bensin saja. Pekik dan suara merdeka menggema di ulang tahun yang ke-76, namun justru para guru honorer ini seperti terjajah oleh sistem. Misalnya perekrutan CPNS yang mengutamakan usia di bawah 35 tahun membuat para guru honorer ini hanya mengelus dada. Bayangkan guru yang sudah mengabdi puluhan tahun masih digaji dengan nominal di bawah 500 ribu, sedangkan anak didiknya yang baru lulus kuliah sudah menerima SK CPNS dan kadang harus bekerja di tempat yang sama. Sekali lagi ini bukan masalah mengeluh, tetapi setidaknya pemerintah bisa membuka mata dan hati. Di saat guru honorer sulit memenuhi kebutuhan hidupnya karena pendemi covid-19 dan keterbatasan ruang gerak untuk mencari kerja sampingan tentu hati mereka semakin menjerit.

Upaya pemerintah dengan program PPPK memang cukup memberikan angin segar kepada para pendidik yang sudah mengajar puluhan tahun, namun lagi-lagi itu seperti buaian angin surga yang datang dan pergi. Banyak aturan dan regulasi yang harus dipenuhi sehingga mereka para pejuang pendidikan yang sudah mengabdi puluhan tahun, bahkan di atas 15 tahun harus terdegradasi tanpa ikut seleksi. Misalkan antara para pendidik yang berada di lingkungan kementerian pendidikan dan kementerian agama mempunyai aturan yang berberda dalam perekrutan PPPK. Alangkah lebih baiknya kedua kementerian ini bersinergi membuat aturan yang sama, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan.

Pekerjaan rumah terbesar dalam dunia pendidikan adalah memperbaiki sistem pengangkatan ASN atau PPPK sehingga guru yang menjadi aktor utama sekaligus sutradara dalam pendidikan  diberikan kesejahteraan yang seimbang dengan beban yang harus ditanggung. Bukankah pandemi covid-19 mengajarkan kepada orang tua bagaimana susahnya mengajari anak. Itulah cermin apa yang dirasakan guru setiap hari. Belum lagi beban sosial di masyarakat, jika guru dianggap sebagai manusia serba bisa dan kadang dalam sebuah kegiatan diberikan peran lebih.

Mungkin sebagian guru honorer berharap, jika pemerintah belum mampu mengangkat semua guru honorer yang mengabdi puluhan tahun menjadi ASN atau PPPK karena keterbatasan anggaran. Mungkin dengan mengeluarkan kebijakan yang sedikit memberikan kebahgiaan kepada guru honorer agar tidak lagi terdengar guru honorer yang mengabdi lebih dari 10 tahun masih digaji dengan 200 ribu rupiah. Misalnya dengan mengeluarkan kebijaksanaan dengan mengangkat semua guru honorer yang mengabdi di atas 10 tahun menjadi PPPK. Dengan adanya regulasi seperti ini tentunya memberikan suntikan semangat dalam mendidik. Karena jika dihitung jumlan guru honorer itu jumlahnya jauh lebih besar, dan kadang-kadang di satuan pendidikan diberikan tugas yang lebih besar dengan gaji alakadarnya, sedang para ASN terasa lebih nyaman dan menganggap mereka sebagai atasan yang harus dihormati. Bayangkan puluhan tahun mengabdi tanpa status yang jelas alias guru tidak tetap. Miris melihat kondisi yang terjadi saat ini. Jika kebijaksanaan pemerintah mengangkat seluruh guru honorer di atas 10 tahun menjadi guru dengan perjanjian kontrak PPPK, maka kebijakan alternative yaitu dengan membuat peraturan penggajian guru yang mengabdi di atas 5 tahun misalnya 50% dari UMR Daerah dan di atas 10 tahun dengan gaji minimal sesuai UMR. Tentu dengan kebijakan seperti ini dapat meningkatkan pendidikan di sekolah.

Jika permerintah hanya sekedar merombak sistem dengan yang baru dan selalu berubah-ubah, sama sekali itu tidak memberikan dampak apa-apa. Yang terjadi hanya tulisan di atas kertas sebagai bahan laporan yang bisa di copy paste dan hanya keberhasilan dan peningkatan dari segi administrasi. Hasil dari tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Di momentum Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke-76 seakan hati merka berteriak jika mereka  masih terjajah oleh sebuah keadaan.


Naskah Lomba Essay

"PEKIK (BELUM) MERDEKA GURU HONORER"

IG : @tamsillinrung



 

 

Sastra adalah Nafasku

Raimuna Ranting Majenang 2023

 MUJTAHID MEMBERIKAN PIALA BERGILIR PENTAS SENI BUDAYA Sebagai pengurus DKR 2 periode (2001-2007) Mujtahid yang sekarang bertugas di MTsN 2 ...